
JAKARTA, KOMPAS.com - Wilayah dataran tinggi untuk pertanian dengan menggunakan pupuk berbahan kimia terancam efek "penggaraman". Lapisan tanah itu menjadi tidak subur jika lokasinya terbuka dan makin meluas serta menimbulkan dampak yang kemudian dikenal sebagai penggurunan.
Pupuk kimia yang terakumulasi itu justru tidak menyuburkan tanah.
”Pupuk kimia yang terakumulasi itu justru tidak menyuburkan tanah. Ada efek ’penggaraman’ yang menjadikan tanah tidak bisa lagi ditanami,” kata Wahyu Hantoro, peneliti geodinamika pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), pada Senin (11/1/2010).
Sebelumnya, dalam konferensi pers pekan lalu, anggota Dewan Perwakilan Daerah Jawa Tengah, Poppy Dharsono, mengemukakan, di wilayah Dieng, Jawa Tengah, saat ini terancam terjadi penggurunan. Wilayah dataran tinggi sekarang menjadi terbuka untuk lahan-lahan pertanian.
Menurut Wahyu, penggurunan atau proses dataran tinggi di Indonesia menjadi gurun itu kecil kemungkinannya menjadi seperti di wilayah Australia atau Afrika Selatan. Syarat rendahnya curah hujan belum terpenuhi.
”Seperti di Dieng, kemungkinan curah hujannya masih di atas 1.500 mililiter per tahun. Kecil kemungkinan terjadi penggurunan. Tetapi, yang perlu diwaspadai adalah efek ’penggaraman’ akibat aktivitas pertanian,” katanya.
10 tahun
Poppy menyatakan, berdasarkan suatu kajian studi di wilayah Dieng itu paling cepat 10 tahun lagi akan terjadi penggurunan. Wilayah yang dulunya dipenuhi dengan pohon pinus sudah berubah menjadi lahan yang terbuka untuk pertanian.
Ketika pada musim kemarau, sumber air untuk pertanian sulit diperoleh karena berada pada dataran tinggi. Akibatnya, tanah menjadi kering saat kemarau hingga menyerupai situasi gurun.
Poppy telah mengunjungi lokasi itu pada masa reses 11-31 Desember 2009. Ia mengungkapkan, hasil studi ilmiah mengenai potensi hilangnya bukit-bukit di pegunungan Dieng sudah dilakukan pejabat pemerintah daerah setempat.
Hilangnya bukit-bukit itu disebabkan pemanfaatan lahan untuk pertanian. Vegetasi tanaman yang dihilangkan menjadikan lapisan tanah mudah terkena erosi. ”Lambat laun erosi itu mengikis bukit-bukit yang dijadikan lahan pertanian,” kata Poppy.
Menurut Poppy, menggantikan sumber pendapatan petani dengan lebih menggerakkan sektor pariwisata Dieng saat ini dimungkinkan. Ini sebagai upaya penyelamatan lingkungan.
Pola pertanian di dataran tinggi mengutamakan komoditas tertentu yang tidak tahan genangan air, seperti kentang, wortel, atau kol. Menurut Wahyu, pola tanaman seperti ini menyulitkan penerapan pola terasering guna melindungi tanah dari gerusan erosi.
”Bahkan, untuk menanam kentang itu petani lebih suka memilih lapisan tanah yang miring,” kata Wahyu.
Kemiringan tanah bertujuan menghindari genangan air. Jika terjadi genangan air, komoditas seperti kentang atau wortel akan mudah busuk.
Kondisi kemiringan tanah untuk lahan pertanian, menurut Wahyu, menimbulkan laju erosi sangat tinggi. Masih dibutuhkan telaah ilmiah untuk mendapatkan pola yang tidak merusak lingkungan bagi pertanian di dataran tinggi dengan komoditas tertentu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar