Minggu, 31 Januari 2010

Grand Opening Resto Ongklok



Resto Ongklok yang terletak di JL.Dieng No 60 Wonosobo menambah deretan usaha bidang kuliner di Wonosobo, belum lama ini resto ongklok telah mengadakan acara Grand Opening yang di buka oleh Wakil Bupati Wonosobo. Resto yang memiliki design interior yang cukup mewah ini akan menjadi salah satu tempat untuk memanjakan selera makan pengunjung,dengan menu spesial "Mie Ongklok" yang merupakan makanan khas Wonosobo.

Pasar Murah ,Omzet Rp 360 Juta

Senin, 14 September 2009
Wonosobo - Pasar murah yang baru - baru ini diadakan oleh Dharma Wanita Persatuan berhasil meraup omzet Rp 360 juta.Hal ini dikatakan Yayuk Widi Purwanto selaku Ketua Penyelenggara Pasar Murah.Berbeda dengan tahun lalu , tahun ini ada peningkatan omzet yang dicapai.

Tahun lalu omzetnya Rp 250 juta untuk semua stan , berari meningkat sebanyak 44 %.tak dipungkiri harga bahan kebutuhan pokok yang melambung juga turut berpengaruh di dalamnya.Adapun kegiatan yang berlangsung selama tiga hari di halaman Sasana Adipura Kencana tersebut terselenggara atas kerjasama Dharma Wanita Persatuan dengan Dinas Koperasi dan UMKM.

Sebanyak 42 satan tersedia dengan menjual sejumlah bahan kebutuhan pokok." Rata -rata subsidi yang diberikan untuk produk yang dijual sekitar 10 % ,ini untuk semua stan,"jelas Yayuk.Dicontohkannya , harga gula pasir yang dipasaran Rp 9.500/kg ,kemarin dijual Rp 8.800/kg.Selam dua tahun terkhir ,acara ini dilangsungkan secara berturut - turut.Animo masyakarat yang besar pada tahun lalu dikatan sebagai salah satu pemacu utama kembali dilangsungkannya acara itu tahun ini.

"Selama kegiatan , rata-rata sekitar 1000 pengunjung setiap harinya,"katanya.Stan yang ada juga bertambah , sebelumnya hanya 35 stan.diharapkan tahun depan , kegiatan semacam ini dapat kembali di laksanakan , khususnya untuk memebantu meringankan masyarakat dalam mmemenuhi kebutuha pokoknya menjelang lebaran.(SM)

Shalat Ied di Alun-alun Wonosobo




Minggu pagi cuaca di Wonosobo sangat cerah ,bertepatan dengan Hari Raya Idul Fitri 1430 H yang jatuh pada tanggal 20 September 2009.Setelah selama satu bulan penuh umat muslim di seluruh dunia menjalankan ibadah puasa,sekarang tibalah saatnya untuk merayakan hari kemenangan.Alhamdulillah cuaca di kota Wonosobo nampak cerah, sehingga menambah semangat untuk melaksanakan ibadah Shalat Ied di Hari Raya Idul Fitri 1430 H. Waktu menunjukkan pukul 06.00, tetapi jamaah sudah mulai memadati alun-alun. Shalat Ied juga terasa spesial karena pertama kali dilaksanakan di alun-alun Wonosobo yang beberapa tahun terakhir ini direnovasi. Setelah kumandang takbir berhenti kurang lebih pukul 06.30 Shalat Ied pun diimulai, bertindak sebagi Imam dan khotib yaitu Ir.Soleh Yahya yang juga Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Wonosobo.

Selesai Shalat Ied kemudian dilanjutkan khotbah dengan tema "Pentingnya Akhlak dalam Membangun Bangsa dan Negara". Shalat Ied yang dihadiri oleh ribuan umat muslim di Wonosobo berlangsung khitmad

"Wonosobo Market Info"


Dengan kemajuan teknologi informasi akhir-akhir ini,


semua bisa dikerjakan dengan online. Wonosobo Information Center

mengerti betul akan hal itu, guna memenuhi apresiasi masyarakat

pada WIC dan beberapa saran dari para pengguna insyaAllah WIC

akan menambah lagi layanan online terbaru di WEB WIC ini yakni

berupa web penjualan online. Dimana para pengguna akan bisa

melihat produk bumi yang ditawarkan di wonosobo. Diharapakan

ini bisa jadi pasar yang baik untuk meraih akses keluar wonosobo.

Mohon Doa, Saran dan Dukungannya.

Dataran Tinggi Terancam "Penggaraman"



JAKARTA, KOMPAS.com - Wilayah dataran tinggi untuk pertanian dengan menggunakan pupuk berbahan kimia terancam efek "penggaraman". Lapisan tanah itu menjadi tidak subur jika lokasinya terbuka dan makin meluas serta menimbulkan dampak yang kemudian dikenal sebagai penggurunan.
Pupuk kimia yang terakumulasi itu justru tidak menyuburkan tanah.

”Pupuk kimia yang terakumulasi itu justru tidak menyuburkan tanah. Ada efek ’penggaraman’ yang menjadikan tanah tidak bisa lagi ditanami,” kata Wahyu Hantoro, peneliti geodinamika pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), pada Senin (11/1/2010).

Sebelumnya, dalam konferensi pers pekan lalu, anggota Dewan Perwakilan Daerah Jawa Tengah, Poppy Dharsono, mengemukakan, di wilayah Dieng, Jawa Tengah, saat ini terancam terjadi penggurunan. Wilayah dataran tinggi sekarang menjadi terbuka untuk lahan-lahan pertanian.

Menurut Wahyu, penggurunan atau proses dataran tinggi di Indonesia menjadi gurun itu kecil kemungkinannya menjadi seperti di wilayah Australia atau Afrika Selatan. Syarat rendahnya curah hujan belum terpenuhi.

”Seperti di Dieng, kemungkinan curah hujannya masih di atas 1.500 mililiter per tahun. Kecil kemungkinan terjadi penggurunan. Tetapi, yang perlu diwaspadai adalah efek ’penggaraman’ akibat aktivitas pertanian,” katanya.

10 tahun

Poppy menyatakan, berdasarkan suatu kajian studi di wilayah Dieng itu paling cepat 10 tahun lagi akan terjadi penggurunan. Wilayah yang dulunya dipenuhi dengan pohon pinus sudah berubah menjadi lahan yang terbuka untuk pertanian.

Ketika pada musim kemarau, sumber air untuk pertanian sulit diperoleh karena berada pada dataran tinggi. Akibatnya, tanah menjadi kering saat kemarau hingga menyerupai situasi gurun.

Poppy telah mengunjungi lokasi itu pada masa reses 11-31 Desember 2009. Ia mengungkapkan, hasil studi ilmiah mengenai potensi hilangnya bukit-bukit di pegunungan Dieng sudah dilakukan pejabat pemerintah daerah setempat.

Hilangnya bukit-bukit itu disebabkan pemanfaatan lahan untuk pertanian. Vegetasi tanaman yang dihilangkan menjadikan lapisan tanah mudah terkena erosi. ”Lambat laun erosi itu mengikis bukit-bukit yang dijadikan lahan pertanian,” kata Poppy.

Menurut Poppy, menggantikan sumber pendapatan petani dengan lebih menggerakkan sektor pariwisata Dieng saat ini dimungkinkan. Ini sebagai upaya penyelamatan lingkungan.

Pola pertanian di dataran tinggi mengutamakan komoditas tertentu yang tidak tahan genangan air, seperti kentang, wortel, atau kol. Menurut Wahyu, pola tanaman seperti ini menyulitkan penerapan pola terasering guna melindungi tanah dari gerusan erosi.

”Bahkan, untuk menanam kentang itu petani lebih suka memilih lapisan tanah yang miring,” kata Wahyu.

Kemiringan tanah bertujuan menghindari genangan air. Jika terjadi genangan air, komoditas seperti kentang atau wortel akan mudah busuk.

Kondisi kemiringan tanah untuk lahan pertanian, menurut Wahyu, menimbulkan laju erosi sangat tinggi. Masih dibutuhkan telaah ilmiah untuk mendapatkan pola yang tidak merusak lingkungan bagi pertanian di dataran tinggi dengan komoditas tertentu.

Sabtu, 30 Januari 2010

Sejarah Wonosobo ku




Pada awal abad 17, Kyai Kolodete, Kyai karim, dan Kyai Walik merintis suatu pemukiman di daerah Wonosobo. selanjutnya Kyai Kolodete berada di Dataran Tinggi Dieng, Kyai Walik berada di sekitar kota Wonosobo sekarang ini dan Kyai Karim berada di Daerah kalibeber.

(Berdasarkan Cerita Rakyat). DI kemudian hari dikenal beberapa tokoh penguasa daerah Wonosobo seperti Tumenggung Kartowaseso sebagai penguasa daerah Wonosobo yang pusat kekuasaannya Di Selomanik. Dikenal pula tokoh bernama Tumenggung Wiroduta sebagai penguasa Wonosobo yang pusat kekuasaannya di Pecekelan - Kalilusi, yang selanjutnya dipindahkan ke Ledok - Wonosobo atau Plobangan sekarang ini. Salah seorang cucu Kyai Karim juga disebut sebagai salah seorang penguasa Wonosobo "i Singowedono" yang telah mendapat hadiah satu tempat di Selomerto dari Keraton Mataram serta diangkat menjadi penguasa daerah ini namanya berganti menjadi Tumenggung Jogonegoro. Pada masa ini Pusat kekuasaan dipindahkan ke Selomerto. Setelah meninggal dunia Tumenggung Jogonegoro dimakamkan di desa Pakuncen. Pada masa perang Diponegoro ( 1825 - 1930 ) , Wonosobo merupakan salah satu basis pertahanan pasukan pendukung Diponegoro.

Beberapa tokoh penting yang mendukung perjuangan Diponegoro adalah Imam Musbch atau kemudian dikenal dengan nama Tumenggung Kertosinuwun, Mas Lurah atau Tumenggung Mangkunegaran, Gajah Permodo dan Kyai Muhamad Ngarpah. Dalam pertempuan melawan Belanda, Kyai Muhamad Ngarpah berhasil memperoleh kemenangan yang pertama. Atas keberhasilan itu Pangeran Diponegoro memberi nama kepada Kyai Muhamad Ngarpah dengan sebutan Tumenggung Seconegoro. Selanjutnya Tumenggung Seconegoro diangkat sebagai penguasa Ledok dengan gelas TUMENGGUNG SECONEGORO. Eksistensi kekuasaan Seconegoro di daerah Ledok ini dapat dilihat lebih jauh dari berbagai sumber termasuk laporan Belanda yang dimuat setelah perang Diponegoro selesai. Seconegoro adalah Bupati yang memindahkan pusat kekuasaan dari Selomerto ke kawasan kota Wonosobo sekarang ini.

Kebun Teh kawasa Wonosobo






Kebun teh yang membentang luas makin memperlihatka keindahan Kota Wonosobo ini. Makin Indah Kota yang akan menjadi kota iklan....apakah kota wonosobo mendapat dukungan dari masyarakan untuk menjadi kota iklan